Archive for the ‘Etika dan Profesionalisme TSI’ Category

Peraturan dan Regulasi (2)

Undang-Undang No.19 Tentang Hak Cipta

 

Indonesia telah memiliki Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) yang memberikan perlindungan atas kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya adalah program-program komputer. UUHC telah beberapa kali disempurnakan, yaitu mulai dari UU No.6/1982, diubah dengan UU No.7 Tahun 1987, kemudian diubah dengan UU No. 12/1997 dan yang terakhir diubah dengan UU No.19/2002. Undang-undang No.19 tentang Hak Cipta ini, terdiri dari 15 Bab dan 78 Pasal.

–       Ketentuan Umum

Ketentuan umum mengenai hak cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Hak Cipta BAB I pasal 1, yang isinya:

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.         Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.         Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

3.         Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

4.         Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

5.         Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

6.         Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

7.         Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.

8.         Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

9.         Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.

10.      Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.

11.      Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.

12.      Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.

13.      Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.

14.      Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

15.      Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.

16.      Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.

17.      Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

–    Lingkup Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Hak Cipta pada BAB II, yang terdiri dari beberapa bagian, diantaranya:

BAB II

LINGKUP HAK CIPTA

Bagian Pertama : Mengenai Fungsi dan Sifat Hak Cipta, yang diatur dalam Pasal 2, 3, dan 4.

Bagian Kedua : Mengenai Pencipta, yang diatur dalam Pasal 5-9.

Bagian Ketiga : Mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui, yang diatur dalam Pasal 10 dan 11.

Bagian Keempat : Mengenai Ciptaan yang dilindungi, yang diatur dalam Pasal 12 dan 13.

Bagian Kelima : Mengenai Pembatasan hak cipta, yang diatur dalam Pasal 14-18.

Bagian Keenam : Mengenai Hak Cipta atas Potret, yang diatur dalam Pasal 19 dan 23.

Bagian Ketujuh : Mengenai Hak Moral, yang diatur dalam Pasal 24,25, dan 26.

Bagian Kedelapan : Mengenai Sarana Kontrol teknologi, yang diatur dalam Pasal 27 dan 28.

–    Perlindungan Hak Cipta

Perlindungan Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Hak Cipta BAB II   Bagian Ketiga pasal 10 dan 11 & Keempat pasal 12 dan 13, yang isinya:

Bagian Ketiga

Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui

Pasal 10

(1)  Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(2)  Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3)  Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1)  Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

(2)  Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

(3)  Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

Bagian Keempat

Ciptaan yang Dilindungi

Pasal 12

(1)  Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b.  ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c.   alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d.  lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e.  drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f.   seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

g.   arsitektur;

h.  peta;

i.   seni batik;

j.   fotografi;

k.  sinematografi;

l.   terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudkan.

(2)  Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3)  Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.

Pasal 13

Tidak ada Hak Cipta atas:

a.  hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;

b.  peraturan perundang-undangan;

c.  pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;

d.  putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau

e.  keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

–    Pembatasan Hak Cipta

Pembatasan Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Telekomunikasi BAB II Bagian Kelima pasal 14 – 18, yang isinya:

Bagian Kelima

Pembatasan Hak Cipta

Pasal 14

Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:

a.  Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;

b.  Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau

c.  Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Pasal 15

Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:

a.  penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;

b.  pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan

pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;

c.  pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:

i.  ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

ii.  pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

d.  Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;

e.  Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f.  perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;

g.  pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Pasal 16

(1)  Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:

a.  mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;

b.  mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c.  menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

(2)  Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

(3)  Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:

a.  3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;

b.  5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;

c.  7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.

(4)  Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.

(5)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(6)  Ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 17

Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.

Pasal 18

(1)  Pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.

(2)  Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

–    Proses Pendaftaran HAKI

Proses pendaftaran HAKI diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Hak Cipta BAB IV pasal 35 – 44, yang isinya:

BAB IV

PENDAFTARAN CIPTAAN

Pasal 35

(1)    Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.

(2)    Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

(3)    Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.

(4)    Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.

Pasal 36

Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.

Pasal 37

(1)    Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.

(2)    Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.

(3)    Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.

(4)    Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.

(5)    Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

(6)    Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38

Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.

Pasal 39

Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:

a.  nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;

b.  tanggal penerimaan surat Permohonan;

c.  tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan

d.  nomor pendaftaran Ciptaan.

Pasal 40

(1)    Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.

(2)    Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 41

(1)    Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.

(2)    Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.

(3)    Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 42

Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Pasal 43

(1)    Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.

(2)    Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 44

Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:

a.       penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;

b.       lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;

c.       dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Untuk mengetahui tentang UU No.19 tentang Hak Cipta, silahkan Klik Disini

 


 Undang-Undang No.36 tentang Telekomunikasi


Undang-undang tentang Telekomunikasi sebelumnya adalah UU No.3 tahun 1989 namun karena dipandang tidak sesuai lagi, sehingga diganti/diubah dengan UU No.36 tahun 1999. Undang-undang No.36 tentang Telekomunikasi, terdiri dari 9 Bab dan 64 Pasal.

 

–       azas & tujuan telekomunikasi

Azas & Tujuan telekomunikasi diatur dalam Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi BAB II pasal 2 & 3, yang isinya:

Pasal 2

Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan  kepercayaan pada diri sendiri.

  BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakm uran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

 

   Penyelenggaraan Telekomunikasi

Penyelenggaraan telekomunikasi diatur dalam Undang-Undang No. 19 tentang Telekomunikasi BAB IV, yang terdiri dari beberapa bagian, diantaranya:

BAB IV

PENYELENGGARAAN

Bagian Pertama → Mengenai Umum, yang diatur dalam Pasal 7.

Bagian Kedua → Mengenai Penyelenggara, yang diatur dalam Pasal  8 dan 9.

Bagian Ketiga → Mengenai Larangan Praktek Monopoli, yang diatur dalam Pasal 10 .

Bagian Keempat → Mengenai Perizinan, yang diatur dalam Pasal 11.

Bagian Kelima → Mengenai Hak dan Kewajiban penyelenggara dan masyarakat, yang diatur dalam Pasal 12-22.

Bagian Keenam → Mengenai Penomoran, yang diatur dalam Pasal 23 dan 24.

Bagian Ketujuh → Mengenai Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan , yang diatur dalam Pasal 25 dan 26.

Bagian Kedelapan → Mengenai tarif, yang diatur dalam Pasal 27 dan 28.

Bagian Kesembilan → Mengenai telekomunikasi khusus, yang diatur dalam Pasal 29, 30, dan 31.

Bagian Kesepuluh → Mengenai Perangkat Telekomunikasi Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit, yang diatur dalam Pasal 32 dan 37.

Bagian Kesebelas → Mengenai Pengamanan Telekomunikasi, yang diatur dalam Pasal 38 dan 43.

    penyidikan

Penyidikan telekomunikasi diatur dalam Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi BAB V pasal 44, yang isinya:

BAB V

PENYIDIKAN

Pasal 44

(1)     Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

(2)    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) berwenang:

a.       melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

b.       melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

c.       menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

d.       memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka

e.       melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

f.       menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

g.       menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

h.       meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi, dan

i.        mengadakan penghentian penyidikan.

(3)    Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

–       Sanksi Administrasi dan Ketentuan Pidana

Sanksi administrasi diatur dalam Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi BAB VI pasal 45 & 46, yang isinya:

BAB VI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 45

Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasa l 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.

Pasal 46

(1)    Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.

(2)    Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ay at (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.

 

Ketentuan Pidana diatur dalam Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi BAB VII pasal 47-59, yang isinya:

BAB VII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 47

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 48

Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 49

Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 50

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 51

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 52

Barang siapa memperdagangkan. membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan

perangkat telekomunikasi di wilayah Negara  Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 32 ayat (1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 53

(1)         Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2)         Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 55

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 57

Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 58

Alat dan perangkat telekomunikasi yang di gunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59

Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,

Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

Untuk mengetahui tentang UU No.36 tentang Telekomunikasi, silahkan Klik Disini

 

Undang-Undang tentang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE)

RUU tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) peraturan lain yg terkait (peraturan bank indonesia tentang internet banking )

Internet banking merupakan layanan perbankan yang memiliki banyak sekali manfaatnya bagi pihak bank sebagai penyedia dan nasabah sebagai penggunanya. Transaksi melalui media layanan internet banking dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Melalui internet banking, layanan konvensional bank yang komplek dapat ditawarkan relatif lebih sederhana, efektif, efisien dan murah. Internet banking menjadi salah satu kunci keberhasilan perkembangan dunia perbankan modern dan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan(profits) dan pembagian pasar (marketshare) akan semakin besar dan luas. Namun, meskipun dunia perbankan memperoleh manfaat dari penggunaan internet banking, terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada layanan internet banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko operasional termasuk resiko keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko pasar dan resiko likuiditas. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi khususnya internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet banking.

Upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk meminimalisir terjadinya kejahatan internet fraud di perbankan adalah dengan dikeluarkannya serangkaian peraturan perundang-undangan, dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE), yang mewajibkan perbankan untuk menerapkan manajemen risiko dalam aktivitas internet banking, menerapkan prinsip mengenal nasabah/Know Your Customer Principles (KYC), mengamankan sistem teknologi informasinya dalam rangka kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunan Data Pribadi Nasabah.

Lebih lanjut, dalam rangka memberikan payung hukum yang lebih kuat pada transaksi yang dilakukan melalui media internet yang lebih dikenal dengan cyber law maka perlu segera dibuat Undang-Undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang mengenai Transfer Dana (UU Transfer Dana). Dengan adanya kedua undang-undang tersebut diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrimes termasuk mencegah kejahatan internet fraud.

Sumber Referensi:

http://pjj.eepis-its.edu/file.php/1/moddata/forum/3/366/Etika_20Profesi_20_20BP_ cetak _1_. pdf

Klik untuk mengakses uun0192002hakcipta.pdf

Klik untuk mengakses telekomunikasiok.pdf

http://haikalgimez.blogspot.com/2010/05/7-peraturan-bank-indonesia-tentang.html

Peraturan dan Regulasi (1)

 

1.   Pebandingan Cyber Law

Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi  setiap  aspek  yang  berhubungan  dengan  orang  perorangan  atau  subyek  hukum  yang menggunakan  dan  memanfaatkan  teknologi  internet  yang  dimulai  pada  saat  mulai  “online”  dan memasuki  dunia  cyber  atau  maya.  Cyber  Law  juga  didefinisikan  sebagai  kumpulan  peraturan perundang-undangan  yang  mengatur  tentang  berbagai  aktivitas  manusia  di  cyberspace  (dengan memanfaatkan teknologi informasi).

Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan, perlindungan konsumen dan lain-lain.

a.   Cyber Law di Indonesia

Indonesia  telah  resmi  mempunyai  undang-undang  untuk  mengatur  orang-orang  yang  tidak bertanggung  jawab  dalam  dunia  maya.  Cyber  Law-nya  Indonesia  yaitu  Undang–Undang  tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :

•Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta  basah  dan  bermaterai).  Sesuai  dengan  e-ASEAN  Framework  Guidelines  (pengakuan  tanda tangan  digital  lintas  batas).

•  Alat  bukti  elektronik  diakui  seperti  alat  bukti  lainnya  yang  diatur  dalam  KUHP.

• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.

• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.

• Perbuatan yang dilarang (cybercrime), seperti yang dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):

b.   Cyber Law di Amerika

Di  Amerika,  Cyber  Law  yang  mengatur  transaksi  elektronik  dikenal  dengan  Uniform  Electronic Transaction Act (UETA). UETA  adalah  salah  satu  dari  beberapa  Peraturan  Perundang-undangan  Amerika  Serikat yang  diusulkan  oleh  National  Conference  of  Commissioners  on  Uniform  State  Laws  (NCCUSL). UETA diadopsi oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.

Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.

UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :

Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik

Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.

Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.

Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.

Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.

Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.

Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.

Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”

Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.

Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.

Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai berikut:

– Electronic Signatures in Global and National Commerce Act

– Uniform Electronic Transaction Act

– Uniform Computer Information Transaction Act

– Government Paperwork Elimination Act

– Electronic Communication Privacy Act

– Privacy Protection Act

– Fair Credit Reporting Act

– Right to Financial Privacy Act

– Computer Fraud and Abuse Act

– Anti-cyber squatting consumer protection Act

– Child online protection Act

– Children’s online privacy protection Act

– Economic espionage Act

– “No Electronic Theft” Act

c.   Cyber Law di Singapore

Cyber Law di Singapore, antara lain:

• Electronic Transaction Act

• IPR Act

• Computer Misuse Act

• Broadcasting Authority Act

• Public Entertainment Act

• Banking Act

• Internet Code of Practice

• Evidence Act (Amendment)

• Unfair Contract Terms Act

The Electronic Transactions Act ditetapkan tgl.10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.

Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:

• Kontrak Elektronik

Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.

• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan

Mengatur  mengenai  potensi  /  kesempatan  yang  dimiliki  oleh  network  service  provider  untuk melakukan  hal-hal  yang  tidak  diinginkan,  seperti  mengambil,  membawa,  menghancurkan  material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.

• Tandatangan dan Arsip elektronik Bagaimanapun  hukum  memerlukan  arsip/bukti  arsip  elektronik  untuk  menangani  kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak  semua  hal/bukti  dapat  berupa  arsip  elektronik  sesuai  yang  telah  ditetapkan  oleh  Pemerintah Singapore.

d.   Cyber Law di Malaysia

Cyber Law di Malaysia, antara lain:

– Digital Signature Act

– Computer Crimes Act

– Communications and Multimedia Act

– Telemedicine Act

– Copyright Amendment Act

– Personal Data Protection Legislation (Proposed)

– Internal security Act (ISA)

– Films censorship Act

Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997, tercatat di kronologis ketertiban.

  1. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
  2. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan  komputer  dan  informasi  dan  menyatakan  berbagai  hukuman  untuk  pelanggaran  yang berbeda komitmen.
  3. Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis  untuk  memberdayakan  memberikan  pelayanan  medis  /  konsultasi  dari  lokasi  jauh  melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
  4. Berikut pada adalah Undang-Undang  Komunikasi  dan  Multimedia  1998  yang  mengatur  konvergensi  komunikasi  dan  industri multimedia  dan  untuk  mendukung  kebijakan  nasional  ditetapkan  untuk  tujuan  komunikasi  dan multimedia  industri.  The  Malaysia  Komunikasi  dan  Undang-Undang  Komisi  Multimedia  1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
  5. Departemen  Energi,  Komunikasi  dan  Multimedia  sedang  dalam  proses  penyusunan  baru  undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan  penggunaan  data  pribadi  oleh  organisasi  apapun untuk  memberikan  perlindungan  untuk  data pribadi  seseorang  dan  dengan  demikian  melindungi  hak-hak  privasinya.

2.   Computer Crime Act (malaysia)

Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan  mengimplementasikan  beberapa  perundang-undangan  yang  mengatur  berbagai  aspek  dalam cyberlaw  seperti  UU  Kejahatan  Komputer,  UU  Tandatangan  Digital,  UU  Komunikasi  dan Multimedia,  juga  perlindungan  hak  cipta  dalam  internet  melalui  amandemen  UU  Hak  Ciptanya.

The  Computer  Crime  Act,  mencakup  mengenai  kejahatan  yang  dilakukan  melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime.

Lebih  lanjut,  akses  yang  termasuk  pelanggaran  tadi (cybercrime)  mencakup  segala  usaha  untuk membuat komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat komputer untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.

Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :

Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).

The Computer Crime Act mencakup, sbb:

•Mengakses material komputer tanpa ijin

•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain

•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya

•Mengubah / menghapus program atau data orang lain

•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

3.   Council of Europe Convention on Cyber Crime

Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.

Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :

Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.

Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.

Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.

Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.

Sumber Referensi:

iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30580/V+Cyberlaw.pdf

obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/

 

Profesi-Profesi dibidang TI

Di dalam bidang Teknologi Informasi, terdapat banyak variasi pekerjaan. Beberapa diantaranya dapat disebut sebagai sebuah profesi.

Profesi itu sendiri, menurut Tangkilisan (2005):

Profesi sebagai status yang mempunyai arti suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, mencakup ilmu pengetahuan, keterampilan dan metode.  [2]

Beberapa pekerjaan yang dapat disebut sebagai sebuah profesi diantaranya adalah:

  1. IT Programmer
  2. System Analyst
  3. IT Project Managers
  4. IT Support Officer
  5. Network Administrator
  6. Network Engineer
  7. Network and Computer Systems Administrators
  8. Network Systems and Data Communications Analysts
  9. Web Administrators
  10. Web Developers
  11. Computer Security Specialists


Berikut adalah deskripsi pekerjaan (description job) dari beberapa profesi di bidang Teknologi Informasi tersebut:

IT Programmer

1)     Mengambil bagian dalam pengembangan dan integrasi perangkat lunak.

2)     Mengembangkan secara aktif kemampuan dalam pengembangan perangkat lunak.

3)     Menerima permintaan user untuk masalah-masalah yang harus diselesaikan.

4)     Menyediaakan dukungan dan penyelesaian masalah konsumen baik untuk konsumen internal maupun eksternal.

5)     Bertanggung jawab atas kepuasan terkini pelanggan.

6)     Melakukan tugas-tugas yang berkaitan dan tanggung jawab yang diminta, seperti dalam sertifikat dan menuruti rencana dasar perusahaan untuk membangun kecakapan dalam portofolio produk.

7)     Mengerjakan macam-macam tugas terkait seperti yang diberikan.

8)     Membentuk kekompakan maksimum dalam perusahaan bersama dengan rekan-rekan dalam perusahaan.

 

System Analyst

1)     Mengumpulkan informasi untuk penganalisaan dan evaluasi sistem yang sudah ada maupun untuk rancangan suatu sistem.

2)     Riset, perencanaan, instalasi, konfigurasi, troubleshoot, pemeliharaan, dan upgrade sistem pengoperasian.

3)     Riset, perencanaan, instalasi, konfigurasi, troubleshoot, pemeliharaan, dan upgrade perangkat keras, perangkat lunak, serta sistem pengoperasiannya.

4)     Melakukan analisis dan evaluasi terhadap prosedur bisnis yang ada maupun yang sedang diajukan atau terhadap kendala yang ada untuk memenuhi keperluan data processing.

5)     Mempersiapkan flow chart dan diagram yang menggambarkan kemampuan dan proses dari sistem yang digunakan.

6)     Melakukan riset dan rekomendasi untuk pembelian, penggunaan, dan pembangunan hardware dan software.

7)     Memperbaiki berbagai masalah seputar hardware, software, dan konektivitas, termasuk di dalamnya akses pengguna dan konfigurasi komponen.

8)     Memilih prosedur yang tepat dan mencari support ketika terjadi kesalahan, dan panduan yang ada tidak mencukupi, atau timbul permasalahan besar yang tidak terduga.

9)     Mencatat dan memelihara laporan tentang perlengkapan perangkat keras dan lunak, lisensi situs dan/ atau server, serta akses dan security pengguna.

10)   Mencari alternatif untuk mengoptimalkan penggunaan komputer.

11)    Mampu bekerja sebagai bagian dari team, misalnya dalam hal jaringan, guna menjamin konektivitas dan keserasian proses di antara sistem yang ada.

12)    Mencatat dan menyimpan dokumentasi atas sistem.

13)    Melakukan riset yang bersifat teknis atas system upgrade untuk menentukan feasibility, biaya dan waktu, serta kesesuaian dengan sistem yang ada.

14)    Menjaga confidentiality atas informasi yang diproses dan disimpan dalam jaringan

15)    Mendokumentasikan kekurangan serta solusi terhadap sistem yang ada sebagai catatan untuk masa yang akan datang.

 

IT Project Managers

1)     Mengembangkan dan mengelola work breakdown structure (WBS) proyek teknologi informasi.

2)     Mengembangkan atau memperbarui rencana proyek untuk proyek-proyek teknologi informasi termasuk informasi seperti tujuan proyek, teknologi, sistem, spesifikasi informasi, jadwal, dana, dan staf.

3)     Mengelola pelaksanaan proyek untuk memastikan kepatuhan terhadap anggaran, jadwal, dan ruang lingkup.

4)     Menyiapkan laporan status proyek dengan mengumpulkan, menganalisis, dan meringkas informasi dan tren.

5)     Menetapkan tugas, tanggung jawab, dan rentang kewenangan kepada personil proyek.

6)     Mengkoordinasikan rekrutmen atau pemilihan personil proyek.

7)     Mengembangkan dan mengelola anggaran tahunan untuk proyek-proyek teknologi informasi.

8)     Mengembangkan rencana pelaksanaan yang mencakup analisis seperti biaya-manfaat atau laba atas investasi.

9)     Secara langsung atau mengkoordinasikan kegiatan personil proyek.

10)   Menetapkan dan melaksanakan rencana komunikasi proyek.


IT Support Officer

1)     Menerima, memprioritaskan dan menyelesaikan permintaan bantuan IT

2)     Membeli hardware IT, software dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal tersebut.

3)     Instalasi, perawatan dan penyediaan dukungan harian baik untuk hardware & software Windows & Macintosh, peralatan termasuk printer, scanner, hard-drives external, dll

4)     Korespondensi dengan penyedia jasa eksternal termasuk Internet Service Provider, penyedia jasa Email, hardware, dan software supplier, dll.

5)     Mengatur penawaran harga barang dan tanda terima dengan supplier untuk kebutuhan yang berhubungan dengan IT.

6)     Menyediakan data / informasi yang dibutuhkan untuk pembuatan laporan department regular


Network Administrator

1)     Maintain dan perawatan jaringan LAN.

2)     Archive data.

3)     Maintain dan perawatan komputer.


Network Engineer

1)     Maintenance LAN dan Koneksi Internet

2)     Maintenance hardware

3)     Maintenance database dan file

4)     Help Desk

5)     Inventory


Network and Computer Systems Administrators

1)     Menjaga dan mengelola jaringan komputer dan lingkungan komputasi terkait termasuk perangkat keras komputer, perangkat lunak sistem, perangkat lunak aplikasi, dan semua konfigurasi.

2)     Melakukan backup data dan operasi pemulihan kerusakan.

3)     Mendiagnosa, memecahkan masalah, dan menyelesaikan perangkat keras, perangkat lunak, atau jaringan lainnya dan masalah sistem, dan mengganti komponen yang rusak bila diperlukan.

4)     Merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan langkah-langkah keamanan jaringan untuk melindungi data, perangkat lunak, dan perangkat keras.

5)     Mengkonfigurasikan, memonitor, dan memelihara aplikasi email atau virus software perlindungan.

6)     Mengoperasikan master konsol untuk memonitor kinerja sistem komputer dan jaringan, dan untuk mengkoordinasikan komputer akses jaringan dan penggunaan.

7)     Memuat rekaman komputer dan disk, dan menginstal perangkat lunak dan kertas printer atau form.

8)     Desain, mengkonfigurasi, dan perangkat keras uji komputer, jaringan lunak dan perangkat lunak sistem operasi.

9)     Memonitor kinerja jaringan untuk menentukan apakah penyesuaian perlu dibuat, dan untuk menentukan dimana perubahan harus dibuat di masa depan.

10)   Berunding dengan pengguna jaringan tentang bagaimana untuk memecahkan masalah sistem yang ada.


Network Systems and Data Communications Analysts

1)     Menguji dan mengevaluasi hardware dan software untuk menentukan efisiensi, reliabilitas, dan kompatibilitas dengan sistem yang ada, dan membuat rekomendasi pembelian.

2)     Desain dan implementasi sistem, konfigurasi jaringan, dan arsitektur jaringan, termasuk teknologi perangkat keras dan perangkat lunak, lokasi situs, dan integrasi teknologi.

3)     Membantu pengguna untuk mendiagnosa dan memecahkan masalah komunikasi data.

4)     Memantau kinerja sistem dan menyediakan langkah-langkah keamanan, tips dan pemeliharaan yang diperlukan.

5)     Menjaga dibutuhkan file dengan menambahkan dan menghapus file pada server jaringan dan membuat cadangan file untuk menjamin keselamatan file apabila terjadi masalah dengan jaringan.

6)     Bekerja dengan engineer lain, analis sistem, programer, teknisi, ilmuwan dan manajer tingkat atas dalam pengujian, desain dan evaluasi sistem.

7)     Mengidentifikasi area operasi yang perlu diupgrade peralatan seperti modem, kabel serat optik, dan kabel telepon.

8)     Konsultasi pelanggan, kunjungi tempat kerja atau melakukan survei untuk menentukan kebutuhan pengguna sekarang dan masa depan.

9)     Melatih pengguna dalam menggunakan peralatan.

10)  Memelihara perangkat seperti printer, yang terhubung ke jaringan.


Web Administrators

1)     Back up atau memodifikasi aplikasi dan data yang terkait untuk menyediakan pemulihan kerusakan.

2)     Menentukan sumber halaman web atau masalah server, dan mengambil tindakan untuk memperbaiki masalah tersebut.

3)     Meninjau atau memperbarui konten halaman web atau link pada waktu yang tepat, menggunakan tool-tool.

4)     Memonitor sistem untuk intrusi atau serangan denial of service, dan melaporkan pelanggaran keamanan untuk personil yang tepat.

5)     Menerapkan langkah-langkah keamanan situs web, seperti firewall atau enkripsi pesan.

6)     Mengelola internet / intranet infrastruktur, termasuk komponen seperti web, file transfer protocol (FTP), berita dan server mail.

7)     Berkolaborasi dengan tim pengembangan untuk membahas, menganalisis, atau menyelesaikan masalah kegunaan.

8)     Test backup atau pemulihan rencana secara teratur dan menyelesaikan masalah.

9)     Memonitor perkembangan web melalui pendidikan berkelanjutan, membaca, atau partisipasi dalam konferensi profesional, workshop, atau kelompok.

10)  Menerapkan update, upgrade, dan patch pada waktu yang tepat untuk membatasi hilangnya layanan.


Web Developers

1)     Mendesain, membangun, atau memelihara situs web, menggunakan authoring atau bahasa scripting, alat penciptaan konten, alat manajemen, dan media digital.

2)     Meakukan atau update situs web langsung.

3)     Menulis, desain, atau mengedit konten halaman web, atau yang lain langsung memproduksi konten.

4)     Berunding dengan tim manajemen atau pengembangan untuk memprioritaskan kebutuhan, menyelesaikan konflik, mengembangkan kriteria konten, atau memilih solusi.

5)     Back-up file dari situs web untuk direktori lokal untuk pemulihan instan dalam kasus masalah.

6)     Mengidentifikasi masalah yang ditemukan oleh umpan balik pengujian atau pelanggan, dan memperbaiki masalah masalah atau merujuk pada personalia yang tepat untuk koreksi.

7)     Evaluasi kode untuk memastikan bahwa itu adalah sah, benar terstruktur, memenuhi standar industri dan kompatibel dengan browser, perangkat, atau sistem operasi.

8)     Menjaga pemahaman teknologi web saat ini atau praktek pemrograman melalui melanjutkan pendidikan, membaca, atau partisipasi dalam konferensi profesional, workshop, atau kelompok.

9)     Menganalisis kebutuhan pengguna untuk menentukan persyaratan teknis.

10)  Mengembangkan atau memvalidasi tes routine dan jadwal untuk memastikan bahwa uji kasus meniru antarmuka eksternal dan alamat semua jenis browser dan perangkat.


Computer Security Specialists

1)     Mengenkripsi transmisi data dan membangun firewall untuk menyembunyikan informasi rahasia seperti sedang dikirim dan untuk menahan transfer digital tercemar.

2)     Mengembangkan rencana untuk melindungi file komputer terhadap modifikasi disengaja atau tidak sah, perusakan, atau pengungkapan dan untuk memenuhi kebutuhan pengolahan data darurat.

3)     Meninjau pelanggaran prosedur keamanan komputer dan mendiskusikan prosedur dengan pelanggar untuk memastikan pelanggaran tidak terulang kembali.

4)     Memonitor penggunakan file data dan mengatur akses untuk melindungi informasi dalam file komputer.

5)     Monitor laporan saat ini dari virus komputer untuk menentukan kapan untuk memperbarui sistem perlindungan virus.

6)     Memodifikasi keamanan file komputer untuk memasukkan software baru, memperbaiki kesalahan, atau mengubah status akses individu.

7)     Melakukan penilaian risiko dan melaksanakan tes pengolahan data sistem untuk memastikan fungsi pengolahan data kegiatan dan langkah-langkah keamanan.

8)     Berunding dengan pengguna untuk membahas isu-isu seperti akses data komputer kebutuhan, pelanggaran keamanan, dan perubahan pemrograman.

9)     Melatih pengguna dan meningkatkan kesadaran keamanan untuk memastikan keamanan sistem dan untuk meningkatkan efisiensi server dan jaringan.

10)   Mengkoordinasikan pelaksanaan rencana sistem komputer dengan personil pendirian dan vendor luar.  [1]

Sumber Referensi:

[1]   http://freezcha.wordpress.com/2011/04/13/job-description-profesi-di-bidang-it/

[2] repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25144/4/Chapter%2520II. pdf

CyberCrime

Pengertian CyberCrime

Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang ditimbulkan karena pemanfaatan teknologi internet.

Cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi. [1]

Kriminalitas dunia maya (cybercrime) atau kriminalitas di internet adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.

Secara teknik, tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet). [2]

Empat Ruang Lingkup Kejahatan Komputer

1) Komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional, seperti digunakan untuk melakukan pencurian, penipuan, dan pemalsuan melalui internet, di samping kejahatan lainnya seperti pornografi terhadap anak-anak, prostitusi online, dan lain-lain.

2) Komputer dan perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, dimana data-data di dalam komputer yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah,  dimodifikasi, dihapus, atau diduplikasi secara tidak sah.

3) Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data, yang dimaksud dengan penyalahgunaan di sini yaitu manakala komputer dan data-data yang terdapat di dalam komputer digunakan secara ilegal atau tidak sah.

4) Unauthorized acquisition, disclosure or use of information  and data, yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang ilegal. [2]

Motif Kejahatan di Internet

  • Motif intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi.
  • Motif ekonomi, politik, dan kriminal, yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain. [2]

Ancaman terhadap Penggunaan Internet (Bernstein et.al., 1996):

1. Menguping (eavesdropping)

2. Menyamar (masquerade)

3. Pengulang (reply)

4. Manipulasi data (data manipulation)

5. Kesalahan Penyampaian (misrouting)

6. Pintu jebakan atau kuda Trojan (trapdoor)

7. Virus (viruses)

8. Pengingkaran (repudiation)

9. Penolakan Pelayanan (denial of service) [2]

 

 

Karakteristik Cybercrime

Karakteristik Cybercrimes, diantaranya:

  • Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi di ruang/wilayah maya (cyberscpace), sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi hukum negara mana yang berlaku terhadapnya.
  • Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa terhubung dengan internet.
  • Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materil maupun immateril(waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan kejahatan konvensional.
  • Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
  • Perbuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional/melintasi batas negara. [4]

Faktor Penyebab Cybercrime

  • Segi Teknis

Adanya teknologi internet menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan yang satu lebih kuat daripada yang lain.

  • Segi Sosio Ekonomi

Adanya cybercrime merupakan produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan (security network). Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Cybercrime berada dalam skenario besar dari kegiatan ekonomi dunia. [2]

Tipe Cybercrime menurut Philip Renata:

a)   Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin.

b)   Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.

c)  The trojan horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau intsruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau, dengan tujuan kepentingan pribadi atau orang lain.

d)  Data leakage, yaitu menyangkut pembocoran data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan.

e)  Data diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data atau output data.

f)   To frustate data communication atau penyia-nyiaan data komputer.

g)  Software piracy, yaitu pembajakan software terhadap hak cipta yang dilindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). [2]

Jenis Cyber Crime

Berdasarkan Jenis Aktivitasnya

1. Unauthorized Access

Terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya.

Contoh dari kejahatan ini adalah Probing dan Port Scanning. Probing dan Port Scanning dilakukan untuk melihat servis(layanan) apa saja yang tersedia di server target.

2. Illegal Contents

Kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.

3. Penyebaran virus secara sengaja

Penyebaran virus umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang system emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

4. Data Forgery

Kejahatan jenis ini bertujuan untuk memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet.

5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion

Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki system jaringan komputer pihak sasaran.

Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan, atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau system jaringan komputer yang terhubung dengan internet.

6. Cyberstalking

Dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan email dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet.

7. Carding

Kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdangan di internet.

8. Hacking dan Cracking

Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang mempunyai minat besar untuk mempelajari system komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Besarnya minat yang dimiliki seorang hacker dapat mendorongnya untuk memiliki kemampuan penguasaan system di atas rata-rata pengguna. Jadi hacker memiliki konotasi yang netral.

Mereka yang sering melakukan perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang para cracker ini sebenarnya adalah hacker yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal yang negatif. Aktivitas cracking diinternet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran.

9. Cybersquatting and Typosquatting

Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal.

Typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.

10. Hijacking

Kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).

11. Cyber Terorism

Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terrorism jika mengancam pemerintah atau warga negara, termasuk cracking ke situs pemerintahan atau militer.

Berdasarkan Motif Kegiatannya

1. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal

Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding.

2. Cybercrime sebagai kejahatan “abu-abu”

Pada jenis kejahatan yang masuk dalam wilayah abu-abu cukup sulit menentukan apakah merupakan tindak kriminal atau bukan, mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk berbuat kejahatan. Contoh : Probing atau Port Scanning.

Berdasarkan Sasaran Kejahatannya

1. Menyerang Individu (Againts Person)

Jenis kejahatan ini memiliki sasaran serangan yaitu perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini, antara lain:

–    Pornografi

Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan meyebarkan material berbau pornografi, mengekspos hal-hal yang tidak pantas.

–    CyberStalking

–    Cyber Tresspass

Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain. Contohnya, Web Hacking, breaking the pc, Probing, Port Scanning, dll.

2. Menyerang Hak Milik (Againts Property)

Cybercrime yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain. Contoh: Carding, cybersquatting, Typosquatting, hijacking, data forgery.

3. Menyerang Pemerintah (Againts Government)

Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. [1]

 

Teknik Cybercrime

  • Attack / Penyerangan:

–    Syntatic: penyerangan dengan memanfaatkan teknologi

–    Semantic: penyerangan dengan memanfaatkan manusia

  • Unauthorized Access:

–      Pencurian Username/Password

–      Masuk dalam sistem (cracking) dengan memanfaatkan vulnerabilities (kelemahan sistem)

–      Contoh:

1.  Penggunaan RootKit (local exploit)

2.  Buffer-Overflow (remote / local exploit)

3.  SQL-Injection (remote exploit)

  • Pencurian data:

–     Fisik: pencurian HD, FlashDisk, USBStick

–     Non-Fisik: unauthorized access

  • Denial of Service (DoS)

–   Mengirimkan permintaan pelayanan dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat ( dan mungkin dari berbagai macam sumber ).

–      Contoh:

      1. Email Bombing
      2. Multiple http request
      3. Distributed DoS (DdoS)
      4. BotNET
  • Virus / Worm

–     Hanya ada di Windows

–     Contoh: Macro & LoveLetter & Melissa & Logic Bombs

  • Trojan Attack

–     Semacam virus yang baru berjalan setelah user secara tidak sengaja menjalankannya

–     Ada di Linux (tapi sangat jarang)

  • Pemanfaatan kelemahan TCP/IP (authentication):

–     Identity Theft

–     Email spoofing

–     Domain Hijacking

–     Site-phising

  • Pemanfaatan kelemahan protocol / program:

–     Session Hijackers (man-in-the-middle attack)

–     KeyLoggers

  • Social Engineering:

–     Memanfaatkan ketidaktahuan user

–     Vishing: penjahat menelepon untuk mendapatkan data

–     Spear-Phising: penjahat masuk dalam social networking site (e.g. Friendster) untuk mendapatkan data

–     Pura-pura menjadi kawan kencan untuk mendapatkan data (sumber: film-film science fiction).  [3]

Beberapa sejarah mengenai Cyber Crime

  • 1820 : Cyber-crime pertama
    • Joseph-Marie Jacquard
    • Mesin tekstil untuk efisiensi pekerjaan.
    • Pegawai membuat sabotase
  • PD-II, jika invasi Jerman dianggap kejahatan, maka penggunaan ENIGMA masuk cybercrime (ilmu hitam)
  • 1978: First SPAM: Gary Thuerk, Digital Equipment Corp. marketing executive
  • 1980: RootKit: gaining root (admin) in Unix
  • 1982: Elk Cloner Virus (FloppyDisk)
  • 1983: Group Milwaukee hackers (the 414’s) masuk dalam sistem komputer Los Alamos Laboratories dan Manhattan’s Memorial Sloan-Kettering Cancer Center. Penangkapan oleh FBI
  • 1988, Robert T. Morris, Jr.,
    • Master – Cornell University, anak dari ilmuwan NSA (National Security Agency) – sekarang Prof di MIT
    • Membuat virus di ARPANET yang dapat mereplikasi diri
    • Kerugian: 10-100 juta dolar
  • 1989, Joseph Papp. Membuat Trojan dalam database AIDS
  • 1996, Phising diperkenalkan alt.2600.hacker newsgroup
  • 1998, NSA identifies Man-in-the-middle Attack
  • 1999, Penyerangan besar-besaran Judi-Online, Bank, dll
  • 2000, Denial of Service (DoS) Attack – MafiaBoy (CA)
  • 2003, SoBig Worm memanfaatkan BotNet untuk DdoS
  • 2006/2007, Hackers masuk ke dalam sistem broker besar US
    • 15 Des 06, saham Apparel Manufacturing Associates dijual hanya 6 cent – kekacauan di stock market
  • Dan lain-lain…  [3]

Penanggulangan Cybercrime

1. Pengamanan Sistem

Mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem ini harus terintegrasi pada keseluruhan subsistem untuk mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan

2. Penanggulangan Global

OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) telah merekomendasikan beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime, sbb:

  • Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional.
  • Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
  • Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
  • Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
  • Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

3. Perlunya Cyberlaw

Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan/undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.

4. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus

Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penangulangan cybercrime. Indonesia sendiri sudah memiliki IDCERT(Indonesia Computer Emergency Response Team) yang diperlukan bagi orang-orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer. [5]

 

 

Sumber Referensi :

[1]   http://pjj.eepis-its.edu/file.php/1/moddata/forum/3/366/Etika_20Profesi_20_20BP_ cetak _1_. pdf

[2]   adha.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19495/Kriminalitas%2Bdi%2BInternet

%2B(%2Bcybercrime%2B).pdf

[3]   amutiara.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/10042/CyberThreat.pdf

[4] http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/196603252001121-MUNIR/Artikel_TIK/ETIKA_TIK_ (ICT)_dalam_Pendidikan.pdf

[5]   jnursyamsi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/22379/M08_%2BKejahatan%2B Bidang%2BTI.ppt


Etika dan Profesionalisme TSI

Apakah Etika dan Profesionalisme TSI?

Etika

  • Pengertian Etika

        Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

  • Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
  • Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
  • Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah :
  • Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
  • Kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak
  • Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :

a.  Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
b.    Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang  kehidupan yang khusus.

Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :

a.    Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.    Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Ada dua macam etika yang harus dipahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :

1.   ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.

2.   ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Profesionalisme

  • Pengertian Profesi

Tangkilisan (2005) menyatakan bahwa, Profesi sebagai status yang mempunyai arti suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, mencakup illmu pengetahuan, keterampilan dan metode.

Menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.

  • Pengertian Profesional

– Menurut Hardjana (2002), pengertian profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

–   Menurut Tanri Abeng (dalam Moeljono, 2003: 107), pengertian professional terdiri atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity, dan selanjutnya ketiga unsur tersebut harus dilandasi dengan iman yang teguh, pandai bersyukur, serta kesediaan untuk belajar terus-menerus.

  • Pengertian Profesionalisme

Menurut Siagian (dalam Kurniawan, 2005:74), profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat.

Menurut Abdulrahim (dalam suhrawardi, 1994 :10) bahwa profesionalisme biasanya dipahami sebagai kualitas yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang baik, dimana didalamnya terkandung beberapa ciri sebagai berikut :

1.  Punya Keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.

2.  Punya ilmu dan pengetahuan serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah dan peka didalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.

3. Punya sikap berorientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terentang dihadapannya.

4.   Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi dirinya dan perkembangan pribadinya.

Mengapa Etika dan Profesionalisme TSI dibutuhkan?

Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu merumuskan pedoman etis yang lebih kuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.

Etika membantu untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan yang perlu dipahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Tujuan Etika dalam teknologi informasi: sebagai dasar pijakan atau patokan yang harus ditaati dalam teknologi informasi untuk melakukan proses pengembangan, pemapanan dan juga untuk menyusun instrument.

Sasaran, etika digunakan dalam teknologi informasi agar:

  1. mampu memetakan permasalahan yang timbul akibat penggunaan teknologi informasi itu sendiri.
  2. Mampu menginventarisasikan dan mengidentifikasikan etika dalam teknologi informasi.
  3. Mampu menemukan masalah dalam penerapan etika teknologi informasi.

Kapan Etika dan Profesionalisme TSI diterapkan?

Etika dan profesionalisme TSI digunakan/dapat diterapkan ketika seseorang hendak menggunakan teknologi sistem informasi yang ada. Etika dan profesionalisme hendaknya dijalankan setiap waktu pada saat yang tepat. Sebuah pertanggung-jawaban dari suatu etika dan profesionalisme harus nyata.

Siapa yang menerapkan Etika dan Profesionalisme TSI?

Semua elemen di dalam suatu lingkungan kerja yang menggunakan (berhubungan dengan) TSI hendaknya menerapkan Etika dan Profesionalisme TSI. Mereka yang ada di lingkungan kerja ini harus sadar dan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan etika dan profesionalisme TSI untuk menghindari isu-isu etika.

Sumber:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26668/5/Chapter%2520I.pdf

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25144/4/Chapter%2520II.pdf

http://201150601.blogspot.com/2011/12/computer-and-information-ethics.html

ikma10fkmua.files.wordpress.com/2010/10/filsafat-fkm-7-etika-trias.ppt

Klik untuk mengakses Etika_Profesi.pdf

http://reeyzha05.blogspot.com/2012/03/etika-dan-profesionalisme-tsi.html