Archive for the ‘Bahasa Indonesia’ Category

Kutipan & Daftar Pustaka

Kutipan


Pinjaman pendapat dari seorang pengarang atau seseorang, baik berupa tulisan dalam buku, majalah, surat kabar, atau bentuk tulisan lainnya, maupun dalam bentuk Lisan.

 

Fungsi:

  1. Landasan teori
  2. Penguat pendapat penulis
  3. Penjelasan suatu uraian
  4. Bahan bukti untuk menunjang pendapat itu

 

Hal perlu diperhatikan dalam mengutip:

1)      Penulis memperhatikan bahwa kutipan it[Sic!] perlu.

2)      Penulis bertanggung jawab penuh terhadap ketepatan dan ketelitian kutipan

3)      Kutipan dapat terkait dengan penemuan teori

4)      Jangan terlalu banyak mempergunakan kutipan langsung

5)      Penulis mempertimbangkan jenis kutipan, kutipan langsung atau kutipan tak langsung

6)      Teknik penulisan kutipan dan kaitannya denga[Sic!] sumber rujukan.

 

Prinsip Mengutip

1. Pengutip tidak boleh mengadakan perubahan, baik kata-katanya maupun tekniknya.

Bila penulis terpaksa mengadakan perbaikan, penulis harus memberi keterangan.

Contoh:

‘Tugas bank antara lain adalah memberi pinjam uang’.

Pengutip tahu bahwa dalam kalimat it[Sic!] ada kata yang salah, namun pengutip tidak boleh memperbaikinya.

Cara memperbaikinya:

1)      ‘Tugas bank antara lain memberi pinjam [seharusnya, pinjaman, penulis] uang’.

2)      ‘Tugas bank antara lain memberi pinjam [Sic!] uang’. [Sic!] artinya dikutip sesuai dengan aslinya.

2. Menghilangkan bagian kutipan.

Diperkenankan menghilangkan bagian kutipan dengan syarat bahwa penghilangan it[Sic!] tidak menyebabkan perubahan makna.

Cara:

1)      Menghilangkan bagian kutipan yang kurang dari satu alinea. Bagian yang dihilangkan diganti dengan titik berspasi.

2)      Menghilangkan bagian kutipan yang lebih dari satu alinea. Bagian yang dihilangkan diganti dengan titik berspasi sepanjang garis (dari margin kiri sampai ke margin kanan).

 

Jenis Kutipan

  1. Kutipan Langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari sumber teks asli.
  2. Kutipan Tak Langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil inti sarinya saja.
  3. Kutipan pada catatan kaki.
  4. Kutipan atas ucapan lisan.
  5. Kutipan dalam Kutipan.
  6. Kutipan Langsung pada materi.

 

Cara Mengutip

1. Kutipan Langsung:

1). Yang tidak lebih dari empat baris:

a)      Kutipan diintegrasikan dengan teks,

b)      Jarak antar baris kutipan dua spasi,

c)      Kutipan diapit dengan tanda kutip,

d)     Sesudah kutipan selessai, langsung dibelakang yang dikutip dalam tanda kurung ditulis sumber dari mana kutipan itu diambil, dengan menulis nama singkat atau nama keluarga pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat kutipan it[Sic!] diambil.

2). Yang lebih dari empat baris:

a)      Kutipan dipisah dari teks sejarak tiga spasi,

b)      Jarak antar baris kutipan satu spasi,

c)      Kutipan dimasukkan 5-7 ketukan, sesuai dengan alinea teks pengarang atau pengutip. Bila kutipan dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama kutipan dimasukkan lagi 5-7 ketukan,

d)     Kutipan diapit oleh tanda kutip atau tidak diapit tanda kutip,

e)      Di belakang kutip diberi sumber kutipan (seperti pada 1).

2. Kutipan Tak Langsung:

1)      Kutipan diintegrasikan dengan teks

2)      Jarak antar baris kutipan spasi rangkap

3)      Kutipan tidak diapit tanda kutip

4)      Sesudah selesai diberi sumber kutipan.

3. Kutipan pada catatan kaki

Kutipan selalu ditempatkan pada spasi rapat, meskipun kutipan itu singkat saja. Kutipan diberi tanda kutip, dikutip seperti dalam teks asli.

4. Kutipan atas ucapan lisan

Harus dilegalisir dulu oleh pembicara atau sekretarisnya(bila pembicara seorang pejabat). Dapat dimasukkan ke dalam teks sebagai kutipan langsung atau tidak langsung.

5. Kutipan dalam Kutipan

Kadang-kadang terjadi bahwa dalam kutipan terdapat kutipan. Dapat dilakukan dengan dua cara:

1)      Bila kutipan asli tidak memakai tanda kutip, kutipan dalam kutipan dapat mempergunakan tanda kutip tunggal atau tanda kutip ganda

2)      Bila kutipan asli memakai tanda kutip tunggal, kutipan dalam kutipan memakai tanda kutip ganda. Sebaliknya bila kutipan asli memakai tanda kutip ganda, kutipan dalam kutipan memakai tanda kutip tunggal.

6. Kutipan Langsung pada materi

Kutipan langsung dimulai dengan materi kutipan hingga penghentian terdekat (dapat berupa koma, titik koma, atau titik) disusul dengan sisipan penjelas siapa yang berbicara.

Contoh:

“Jelas,”kata Prof. Haryati, “kosa kata bahasa Indonesia banyak mengambil dari kosa kata bahasa Sansekerta.”

 

 

 

Daftar Pustaka (Bibliografi)


Aturan Umum penulisan daftar pustaka

  1. Penyusunan daftar pustaka disusun secara alfabetis (urut abjad) berdasarkan nama belakang dari pengarang.
  2. Penulisan daftar pustaka tidak perlu diberi nomor urut.
  3. Daftar pustaka diletakan di bagian akhir karya ilmiah.
  4. Gelar akdemik[Sic!], pangkat, kebangsawanan tidak perlu dicantumkan.

 

Unsur-Unsur yang dicantumkan dalam penulisan daftar pustaka:

  1. Nama Pengarang
  2. Tahun Terbit
  3. Judul Buku
  4. Tempat Terbit
  5. Nama Penerbit

 

Nama Pengarang :

1. Apabila nama pengarang terdiri lebih dari satu unsur/kata, maka nama yang paling belakang diletakkan didepan.

Contoh: M.Arif Rahman Hakim menjadi Hakim, M.Arif Rahman.

2. Apabila pengarangnya ada 2 maka yang dibalik cukup nama pengarang yang pertama saja.

Contoh: Fuad Abdul Hamid dan Taufik Ismail menjadi Hamid, Fuad Abdul dan Taufik Ismail.

3. Apabila pengarangnya lebih dari 2 maka yang ditulis cukup nama pengarang yang pertama saja dan diberi singkatan dkk. atau et.al.

4. Apabila dalam sebuah daftar pustaka terdapat dua atau lebih buku yang dikarang oleh pengarang yang sama maka pengurutannya berdasarkan tahun terbitnya dan nama pengarang cukup ditulis sekali dan selanjutnya digantikan dengan garis.

5. Pemisahan antara nama belakang dan nama depan menggunakan tanpa koma.

6. Setelah unsur nama pengarang diakhiri dengan tanda titik.

 

Tahun Terbit :

  1. Apabila ada 2 buku atau lebih yang dikarang oleh pengarang yang sama, maka yang ditulis pertama kali adalah yang tahun terbitnya paling dulu.
  2. Apabila buku tersebut tidak diketahui tahun terbitnya, maka cukup ditulis dengan ‘t.t’ (tanpa tahun).
  3. Pemisahan antara unsur tahun terbit dengan menggunakan tanda titik.

 

Judul Buku :

  1. Semua huruf pertama dari setiap kata dalam judul buku ditulis dengan menggunakan huruf kapital kecuali kata-kata tugas seperti ‘dan’, ‘untuk’, ‘di’, ‘yang’, ‘atau’, ‘dari’, ‘ke’, dll.
  2. Jika daftar pustaka diketik dengan komputer maka penulisan judul buku dengan menggunakan huruf miring (italics).
  3. Jika ditulis tangan atau diketik manual maka penulisan judul buku diberi garis bawah.
  4. Pemisahan antara unsur judul buku dengan unsur tempat terbit menggunkan tanda titik.

 

Tempat (Kota Terbit) :

  1. Tempat terbit cukup dengan menyebutkan kota di mana penerbit buku itu berlokasi.
  2. Pemisahan antara unsur tempat terbit dengan nama penerbit menggunakan tanda titik.

 

Nama Penerbit :

  1. Pada bagian ini, kita cukup menuliskan nama perusahan/lembaga yang menerbitkan buku tersebut.
  2. Setelah unsur nama penerbit diakhiri dengan tanda titik.

 

Teknik Penulisan Daftar Pustaka

  • Penulisan daftar pustaka Buku

Penulis, tahun, judul buku (harus ditulis miring) volume (jika ada), edisi (jika ada),nama penerbit dan kota penerbit .

Contoh :

Hockett. Charles F. A Course in Modern Linguistics. New York: The Mac Millan Company. 1963.

  • Penulisan daftar pustaka Majalah Ilmiah

Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (harus ditulis miring sebagai singkatan resminya), nomor, volume dan halaman.

  • Penulisan daftar pustaka Surat Kabar

Penulis, tahun, judul artikel, nama surat kabar (harus ditulis miring), nama surat kabar,tanggal terbit dan halaman.

Contoh:

Sanusi, A. (1986). “Menyimak Mutu Pendidikan dengan Konsep Takwa dan Kecerdasan, Meluruskan Konsep Belajar dalam arti Kualitatif”. Pikiran Rakyat (8 September 1986).

  • Penulisan daftar pustaka Jurnal

Penulisan jurnal mengikuti urutan; namabelakang, nama depan penulis (disingkat), tahun penerbitan (dalam tanda kurung), judul artikel (ditulis diantara tanda petik), judul jurnal dg huruf miring / digaris bawahi dan ditulis penuh, nomor volume dengan angka Arab dan digaris bawahi tanpa didahului dg singkatan “vol”, nomor penerbitan (jika ada) dg angka Arab dan ditulis diantara tanda kurung, nomor halaman dari nomor halaman pertama sampai dengan nomor halaman terakhir tanpa didahului singkatan“pp”atau“h”.

Contoh:

Barret-Lennard, G- T. (1983). “The Empathy Cycle; Refinenement of Nuclear Concept”.  Journal of Conseling Psychology. 28, (2), 91–100.

  • Penulisan daftar pustaka Website/Internet

Bila karya perorangan, cara penulisannya :

Pengarang/penyunting.(Tahun).Judul(edisi),(Jenis medium).Tersedia alamat di internet, (tanggal diakses).

Contoh:

Thomson, A. (1998). The Adult and the Curriculum. (Online). Tersedia:http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/1998/thompson.hotml (30Maret2000)

  • Penulisan daftar pustaka Antalogi

Contoh:

Jassin, H. B. ed. Gema Tanah Air, Prosa dan Puisi. 2 JId. Jakarta: Balai Pustaka 1969.

  • Penulisan daftar pustaka Skripsi/Tesis/Disertasi

Penulis, tahun, judul skripsi, Skripsi/tesis/Disertasi (harus ditulis miring), nama fakultas/program pasca sarjana, universitas, dan kota.

Contoh:

Soelaeman,,M.I. (1985). Suatu Upaya Pendekatan Fenomenologis terhadap Situasi Kehidupan dan Pendidikan dalam Keluarga dan Sekolah. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

 

 

 

 

Sumber:

ati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/18343/Kutipan.ppt

hakimbao.files.wordpress.com/2010/09/menulis-daftar-pustaka.ppt

Klik untuk mengakses 12.TEKNIK%20%20PENULISAN.pdf

Klik untuk mengakses Penulisan%20daftar%20pustaka.pdf

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/bahasa-indonesia/daftar-pustaka-dan-catatan-kaki

Kerangka Karangan

Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan  teratur.

Selain itu, Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini, karangan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, bukan secara terlepas-lepas.

 

Manfaat Kerangka Karangan

Kerangka Karangan memiliki manfaat sebagai berikut :

  1. Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah.
  2. Untuk menyusun karangan secara teratur.
  3. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda.
  4. Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih.
  5. Memudahkan penulis mencari materi pembantu (materi pendukung penulisan). Dengan mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka karangan penulis akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya.

 

Syarat Kerangka Karangan yang baik :

1. Tesis atau Pengungkapan Maksud harus jelas

Pilihlah topik yang merupakan hal yang khas, kemudian tentukan tujuan yang jelas.  Lalu buatlah tesis atau pengungkapan maksud.

2. Tiap unit hanya mengandung satu gagasan

Bila satu unit terdapat lebih dari satu gagasan, maka unit itu harus dirinci.

3. Pokok-pokok dalam kerangka karangan  harus disusun secara logis, sehingga rangkaian ide atau pikiran itu tergambar dengan jelas

4. Harus menggunakan simbol yang konsisten

 

Penyusunan Kerangka Karangan :

  1. Rumuskan tema dengan jelas berdasarkan suatu topik dan tujuan yang hendak dicapai. Tema yang dirumuskan untuk kepentingan suatu kerangka karangan haruslah berbentuk tesis atau pengungkaan maksud.
  2. Membuat inventarisasi topik yang merupakan jabaran dari tesis sebanyak mungkin.
  3. Evaluasi topik yang cocok untuk pengembangan karangan.

 

Pola Susunan  Kerangka Karangan

1. Pola Alamiah

Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Susunan (pola) alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :

1) Berdasarkan urutan ruang

Topik yang diuraikan berkaitan erat dengan ruang / tempat.

2) Berdasarkan urutan  waktu (kronologis)

Bahan-bahan ditulis berdasarkan tahap kejadian. Setiap peristiwa hanya menjadi penting dalam hubungannya dengan yang lain. Contoh : menjelaskan proses terjadinya sesuatu.

3) Berdasarkan urutan topik yang ada

Untuk pola berdasarkan urutan topik yang ada, penulis tidak perlu memperhatikan  mana yang akan didahulukan (Bagian-bagian diterangkan tanpa mempermasalahkan mana yang penting).

2. Pola Logis

Susunan atau pola logis adalah suatu urutan unit-unit karangan berurutan sesuai pendekatan logika  / pola pikir manusia.

Pola logis terdiri dari :

1) Klimaks – Anti Klimaks

  1. Klimaks =  Paparan penting berada di akhir rangkaian karangan ( induktif)
  2. Anti klimaks = Paparan penting berada di awal rangkaian karangan (deduktif)

Model ini hanya efektif untuk menguraikan sesuatu yang berhubungan dengan hirarki misalnya urutan pemerintahan.

2) Umum – Khusus

a. Umum–khusus : Hal besar diperinci ke hal-hal yang lebih kecil atau bagian-bagiannya.

b. Khusus – Umum : Hal kecil diperinci ke hal-hal yang lebih besar  (kebalikan dari Umum-Khusus).

3) Sebab – Akibat

a. Sebab ke akibat : masalah utama sebagai sebab, diikuti perincian akan akibat-akibat yang mungkin terjadi.

b. akibat ke sebab : masalah tertentu sebagai akibat, diikuti perincian sebab-sebab yang menimbulkannya.

3. Urutan pemecahan masalah

Dimulai dari penyajian masalah sampai penulisan kesimpulan umum atau solusi. Contoh: Banjir di Jakarta, penyebabnya dan alternatif penyelesaiannya.

 

Penomoran Kerangka Karangan

Ada dua model / cara penomoran suatu kerangka karangan, Yaitu:

1. Sistem Campuran Huruf dan Angka

2. Sistem Angka Arab (dengan digit)

  • Contoh Penomoran Karangan dengan Model 1 :

  • Contoh Penomoran Karangan dengan Model 2 :

Macam-macam Kerangka Karangan

A. Berdasar Sifat Rinciannya:

1) Kerangka Karangan Sementara / Non-formal:

cukup terdiri atas dua tingkat, dengan alasan:

a. topiknya tidak kompleks

b. akan segera digarap

2) Kerangka Karangan Formal:

terdiri atas tiga tingkat, dengan alasan:

a. topiknya sangat kompleks

b.  topiknya sederhana, tetapi tidak segera digarap

B. Berdasar perumusan teksnya

1) Kerangka Kalimat

2) Kerangka Topik

3) Gabungan antara Kerangka Kalimat dan Kerangka Topik

 

 

 

Sumber :

pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files…/99009-3-742122286959.doc

repository.binus.ac.id/content/L0032/L003296644.ppt

veronikacloset.files.wordpress.com/2010/03/slide-3-karangan-ilmiah.ppt

Topik, Tema dan Judul

  • Topik

Topik ialah pokok bahasan, ide, gagasan, persoalan, atau pokok pikiran yang akan ditelaah, dikembangkan, dikupas, dan dibicarakan dalam karangan / tulisan.

Pada tahap penentuan / pemilihan topik ini biasanya ditemukan bahwa suatu topik masih bersifat umum / general / luas, belum dibatasi, belum diarahkan, dan belum diberi tujuan.

Dibawah ini terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memilih / menentukan topik:

Kriteria Pemilihan Topik :

(1) Topik itu harus bersifat problematik

(2) Topik itu harus ada manfaatnya dan layak dibahas

(3) Topik itu dikenal dengan baik

(4) Bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup memadai

(5) Topik itu tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit

(6) Topik itu cukup menarik terutama bagi penulis

(7) Membuktikan hipotesis

(8) Membuat suatu rancangan

 

  • Tema

Tema ialah topik yang sudah dibatasi, diarahkan, khusus/spesifik, dan sudah mengandung tujuan. Jika tema sudah diungkapkan secara padat, menarik, mencerminkan seluruh isi tulisan, dan lugas, maka tema tersebut dapat langsung dijadikan judul karangan ilmiah.

 

Di dalam memilih tema hendaknya memperhatikan beberapa pedoman seperti dibawah ini :

1. Tema hendaknya sesuai dengan profesi/spesialisasi kita masing-masing.

2. Tema hendaknya dipilih dari masalah yang aktual supaya selalu menarik.

3. Sesuatu tema tulisan hendaknya mempunyai ruang lingkup dan masalah yang terbatas, makin sempit ruang lingkup makin baik.

4. Pilihlah tema yang bahan-bahan mudah diperoleh dan dapat dikuasai.

5. Tiap-tiap istilah yang di anggap penting dalam judul tulisan (yang merupakan cerminan tema) haruslah diberi batasan arti supaya tidak timbul penafsiran yang salah dari pihak lain.

 

Tema yang baik haruslah mempunyai ciri-ciri positif sebagai berikut :

1. Kejelasan

Kejelasan merupakan hal yang esensial bagi sebuah tulisan yang baik. Kejelasan dapat dilihat dari ide sentralnya, melalui subordinasinya, maupun kalimat-kalimatnya. Struktur kalimat harus matang dan bervariasi, karena dengan demikian tampak bahwa penulisannya telah memikirkan sematang- matangnya sampai kepada kalimat-kalimatnya.

2. Kesatuan dan Keharmonisan

3. Kesalahan yang sering dibuat adalah mengenai perkembangan.

4. Keaslian

Tema yang baik harus mengandung keaslian. Keaslian mungkin terletak pada topiknya, segi pandangannya, tetapi dapat juga terdapat dalam pendekatannya dalam rangkaian kalimat-kalimat atau pilihan judulnya.

 

  • Judul

Judul karangan/tulisan adalah nama (title) yang melukiskan dengan singkat apa yang menjadi inti karangan itu. Judul hendaklah menarik, tetapi tidak pula terlalu provokatif, ringkas, tetapi cukup menggambarkan keseluruhan isi karangan.

Kriteria pemilihan judul:

(1) Judul harus sesuai dengan topiknya

(2) Judul harus mampu menggambarkan seluruh isi karangan

(3) Judul sebaiknya memiliki minimal dua variabel yang saling menunjang, mengarahkan, dan berkaitan

(4) Judul harus menarik, singkat, dan padat

(5) Judul harus jelas tidak boleh bermakna ganda

(6) Judul diungkapkan dalam bentuk frasa bukan kalimat

 

 

 

Sumber :

file.upi.edu/…/D%20…/PENULISAN%20KARANGAN%20ILMIAH1.pdf

repository.usu.ac.id/bitstream/…/3777/1/komunikasi-suwardi%20lbs2.pdf

Paragraf / Alinea

Paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat  yang berhubungan secara utuh dan terpadu serta merupakan satu kesatuan pikiran. Paragraf disusun secara   sistematis  dan mengandung satu pikiran utama. Dengan demikian, sebuah paragraf hanya mengandung satu pikiran utama dan beberapa pikiran penjelas. Paragraf juga sering disebut Alinea.

Pikiran utama adalah ide pokok atau gagasan yang menjiwai isi paragraf yang dijelaskan dengan beberapa pikiran penjelas. Pikiran utama merupakan pokok persoalan yang dipentingkan dalam paragraf  dan dituangkan dalam kalimat utama. Kalimat tempat menuangkan pikiran utama disebut kalimat utama, sedangkan kalimat untuk menuangkan pikiran penjelas disebut kalimat penjelas.

  • Keguanaan Paragraf:

Untuk menandai pembukaan topik baru, atau pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya.

 

  • Syarat-Syarat Paragraf

Adapun syarat-syarat paragraf yang baik adalah :

A. Kesatuan

Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan utama dan semua kalimat dalam paragraf itu harus berkaitan dengan gagasan utama. Paragraf dikatakan mempunyai kesatuan jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas atau selalu relevan dengan gagasan utama itu.

B. Kepaduan atau Koherensi

Kalimat-kalimat yang membangun paragraf itu harus mempunyai hubungan timbal balik  sehingga pembaca dengan mudah dapat memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis. Jadi, kepaduan (koherensi) ditentukan oleh hubungan antarkalimat dalam paragraf itu.

Kepaduan dalam kalimat dapat dibangun dengan memperhatikan :

1. Unsur kebahasan :

a. Repetisi / Pengulangan

Pengulangan kata-kata yang dianggap cukup penting atau menjadi topik pembahasan.

b. Kata Ganti

Kata yang dipakai untuk menggantikan subyek pembicaraan.

Macam-macam kata ganti :

  • Kata ganti orang pertama (I) : aku, saya, ku.
  • Kata ganti orang kedua (II) : kamu, mu, kamu sekalian.
  • Kata ganti orang ketiga (III) : Anda, Dia, Beliau, mereka, nya.

c.   Kata / Ungkapan  Transisi

Kata yang berada di antara kata ganti dan kata repetisi.

Macam-macam kata transisi :

a. berhubungan dengan pertambahan;

b. berhubungan dengan perbandingan;

c. berhubungan dengan pertentangan;

d. berhubungan dengan tempat;

e. berhubungan dengan tujuan;

f.  berhubungan dengan waktu;

g. berhubungan dengan singkatan.

2. Urutan isi :

  • Pikiran utama — penjelasan
  • Kronologis
  • Sebab -> akibat / akibat -> sebab
  • Umum -> khusus / khusus -> umum
  • Proses
  • Urutan ruang / spasial
  • Analogi
  • Perbandingan
  • Pemecahan masalah

C. Kelengkapan

Suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama.

 

  • Macam-Macam Paragraf:

1. Berdasarkan fungsinya :

a. Paragraf Pembuka :

Memiliki sifat ringkas, menarik dan bertugas menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diungkapkan.

b. Paragraf Penghubung

Berisi inti masalah yang hendak disampaikan kepada pembaca. Paragraf ini lebih panjang dari pada paragraf pembuka.

c. Paragraf Penutup

Berisi simpulan (untuk argumentasi) atau penegasan kembali (untuk eksposisi) mengenai hal-hal yang dianggap penting, mengakhiri sebuah karangan / wacana.

 

2.   Berdasarkan letak kalimat utama :

a. Paragraf deduktif

yaitu paragraf yang letak kalimat utamanya di awal paragraf.

b. Paragraf induktif

yaitu paragraf yang letak kalimat utamanya di akhir paragraf.

c. Paragraf deduktif-induktif

yaitu paragraf yang kalimat utamanya berada di awal paragraf dan dipertegas pada akhir paragraf.

d. Paragraf tanpa kalimat utama

yaitu paragraf yang tidak memiliki kalimat utama, tetapi kalimat-kalimat penjelasnya semuanya mendukung pikiran utama. Jadi pikiran utama itu terbentuk dari kalimat-kalimat penjelasnya. Jenis paragraf ini biasanya digunakan dalam karangan narasi dan deskripsi.

 

3.   Berdasarkan sifat isinya :

a.   Paragraf Narasi : Paragraf yang menceritakan suatu kejadian / peristiwa berdasarkan kronologi.

Contoh:

“Beratus-ratus tahun Indonesia telah dijajah Belanda. Perang Dunia II pecah, dan Belanda di Indonesia kemudian takluk oleh Jepang. Kini Jepanglah yang menguasai dan mengangkangi Indonesia. Ini tidak lama memang karena Sekutu dapat mengalahkan Jepang dengan dibomnya Hiroshima dengan bom atom. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaannya. Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hata  pada tangga 17 Agustus 1945”.

b.  Paragraf Deskripsi : Paragraf yang berisi gambaran mengenai suatu hal / keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Contoh:

“Hamparan sawah membentang luas. Padi menguning menunduk berayun-ayun, meliuk-liuk ditiup angin lembah, berombak-ombak bagai samudra. Dangau-dangau berpencaran. Bocah-bocah bertepuk sorak dengan suara nyarin, mengusir kawanan-kawanan parkit yang berpesta pora memakan bulir-bulir padi. Bukit yang membujur bagaikan raksasa tidur, membatas di kejauhan, berselimut mega seputih kapas, menambah asri pemandangan”.

c.   Paragraf Argumentasi : Paragraf yang membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti.

Contoh:

“Amin memang murid yang baik. Setiap hari ia datang ke sekolah selalu lebih awal dari teman-temannya. Semua pekerjaan rumah tidak ada yang tidak diselesaikannya. Kepada gurunya dan orang tua ia selalu bersikap hormat. Bahwa prestasi belajarnya juga jauh lebih baik dari teman-temannya dapat dilihat dalam rapornya yang tidak pernah ada angka merah. Tak ayal lagi ia akan menjadi mahasiswa yang baik”.

d. Paragraf Eksposisi : Paragraf yang berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.

Contoh:

“Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang representatif, kini mulai dibangun di Palu, setelah tertunda dua tahun. Pembangunan kantor di Jalan Sam Ratulangi Palu Timur itu direncanakan rampung 2 – 3 tahun mendatang, dengan biaya sekitar Rp 10 milyar. Demikian keterangan Sekwilda Sulteng, Amur Muchasim SH, Rabu (4/10) di Palu. la menjelaskan, untuk tahap pertama, seta bangunan sayap dapat dirampungkan Februari 1996”.

e. Paragraf Persuasi : Paragraf yang bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu.

Contoh:

“Semua orang tahu bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat kita yang tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan. Inilah masalah yang sulit dipecahkan. Seandainya saja setiap anggota masyarakat peduli akan kebersihan di sekitar tempat tinggalnnya tentulah kualitas kesehatan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk menjadikan diri kita masing-masing peduli terhadap kebersihan lingkungan. Kesadaran ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya ialah tidak membuang sampah sembarangan”.

 

 

Sumber:

images.imnis.multiply.multiplycontent.com/…/0/…/4.%20PARAGRAF.DOC?…

sepitri.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/…/slide+Paragraf.ppt

repository.binus.ac.id/content/A0282/A028213514.ppt  –

sunarno5.files.wordpress.com/2008/10/jenis-karangan-langkah2.ppt

http://file.upi.edu/Direktori/C%20 %20FPBS/JUR.%20PEND.%20BHS.%20DAN%20SASTRA%20INDONESIA/197712092005011%20-%20MAHMUD%20FASYA/Modul%208%20Wacana.pdf

Kalimat Efektif

Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.

Beberapa definisi Dari Kalimat Efektif:

  • Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis.
  • Sebelumnya penelitian tentang kalimat efektif pernah diteliti yaitu penelitian tentang “Kalimat Efektif: Struktur, Tenaga, dan Variasi” yang ditulis oleh Epraim (1992) menyimpulkan bahwa struktur kalimat yang benar merupakan dasar kalimat efektif, tenaga kalimat ialah kemampuan kalimat untuk menimbulkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan yang diinginkan penulis. Setelah memiliki struktur dan tenaga masih dibutuhkan adanya variasi.
  • Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya.

 

Ciri-ciri kalimat efektif :

  • Kesepadanan atau Kesatuan
  • Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)
  • Penekanan dalam kalimat
  • Kehematan
  • Kevariasian
  • Kelogisan

 

Akhadiah, dkk. (2003 : 116) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif secara jelas dan terperinci yaitu: “Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada prakteknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat”. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Hasil ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah –kaidah yang berlaku.

Kaidah-kaidah tersebut meliputi :
(1) unsur- unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat,
(2) aturan-aturan tentang Ejaan yang Disempurnakan,
(3) cara memilih kata dalam kalimat.

Akhadiah, dkk. (2003: 116-117) menyatakan: “Agar kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis naskah perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan dalam kalimat, kehematan dalam mempergunakan kata, kevariasian dalam struktur kalimat”.

 

  1. Kesepadanan dan Kesatuan

Zubeirsyah dan Lubis (2007:86-87) mengatakan:
Kesepadanan dalam sebuah kalimat efektif adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, predikat dengan objek serta keterangan, yang semuanya berfungsi menjelaskan unsur/bagian kalimat tersebut. Selain struktur/ bentuk kesepadanan, kalimat efektif harus pula mengandung kesatuan ide pokok/ kesatuan pikiran. Syarat pertama bagi kalimat efektif mempunyai struktur yang baik. Artinya kalimat itu harus memiliki unsur-unsur subjek dan predikat atau bisa ditambah dengan objek, pelengkap dan keterangan melahirkan keterpaduan yang merupakan ciri kalimat efektif (Akhadiah, dkk. 2003:117) .
Kesepadanan kalimat diperhatikan oleh kemampuan struktur bahasa dalam mendukung atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran.

a). Subjek dan Predikat
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Unsur kalimat yang disebut subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa. Unsur predikat dalam kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa.

b). Kata Penghubung Intrakalimat dan Antarkalimat
Konjungsi merupakan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, atau antarparagraf. Secara umum konjungsi terdiri atas konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat. Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan unsur-unsur kalimat, sedangkan konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat berikutnya ( Mulyadi dan widayati, 2004:108-114).

Alwi, dkk. (2003:296) menyatakan bahwa konjungtor juga dinamakan kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat : kata dengan kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa.
c). Gagasan pokok
Dalam menyusun kalimat kita harus mengemukakan gagasan (ide) pokok kalimat. Biasanya gagasan pokok diletakkan pada bagian depan kalimat. Jika seorang penulis hendak menggabungkan dua kalimat, maka penulis harus menentukan bahwa kalimat yang mengandung gagasan pokok harus menjadi induk kalimat (Akhadiah, dkk. 2003:120).

Contoh:

1. Ia dipukul mati ketika masih dalam tugas latihan.

2. Ia masih dalam tugas latihan ketika dipukul mati.

Gagasan pokok dalam kalimat (1) ialah “ia dipukul mati”. Gagasan pokok dalam kalimat (2) ialah “ia masih dalam tugas latihan”. Oleh sebab itu, “ia dipukul mati” menjadi induk kalimat di kalimat (1), sedangkan “ia masih dalam tugas latihan” menjadi induk kalimat dalam kalimat (2).

d). Penggabungan dengan “yang”,”dan”
Menurut Akhadiah, dkk. (2003:120), jika dua kalimat digabungkan dengan partikel dan maka hasilnya adalah kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat digabungkan dengan partikel yang akan menghasilkan kalimat mejemuk bertingkat. Artinya kalimat itu terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat.
e). Penggabungan Menyatakan ”sebab” dan ”waktu”
Parera (1984:43) menyatakan bahwa hubungan sebab dinyatakan dengan mempergunakan kata karena, sedangkan hubungan waktu dinyatakan dengan kata ketika. Kedua kata ini sering dipergunakan pada kalimat yang sama.

Contoh:

(1) Ketika gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.

(2) Karena gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.

Kalimat di atas kedua-duanya tepat. Penggunaannya bergantung pada jalan pikiran penulis apakah ia mementingkan hubungan waktu atau sebab. Yang perlu diperhatikan adalah pilihan penggabungan itu harus sesuai dengan konteks kalimat.

f). Penggabungan Kalimat yang Menyatakan Hubungan Akibat dan Hubungan Tujuan
Dalam menggabungkan kalimat perlu dibedakan penggunaan partikel sehingga untuk menyatakan hubungan akibat, dan partikel agar atau supaya untuk menyatakan hubungan tujuan (Akhadiah, dkk. 2003:121) Contoh:

(1) Semua perintah telah dijalankan.

(2) Para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.

Kalimat di atas digabungkan menjadi:

(1)Semua perintah telah dijalankan sehingga para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.

(2)Semua perintah telah dijalankan agar para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.
Penggunaan kata sehingga dan agar dalam kalimat di atas menghasilkan kalimat yang efektif. Perbedaan kalimat (1) yang diinginkan adalah hubungan akibat, sedangkan pada kalimat (2), hubungan tujuan.

 

2. Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)

Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan ide/ gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur/ bentuk gramatis ( Zubeirsyah dan Lubis, 2007:88). Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase (kelompok kata), maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Kesejajaran (paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.

Contoh:

Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu.

Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata mengerikan dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam contoh kalimat di atas harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi :

Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang tahu.

 

3. Penekanan dalam Kalimat
Setiap kalimat memiliki sebuah gagasan (ide) pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh penulis atau pembicara. Menurut Zubeirsyah dan Lubis.(2007:89), penekanan terhadap inti yang ingin diutarakan dalam kalimat biasanya ditandai dengan nada suara, seperti memperlambat ucapan, meninggikan suara, pada bagian kalimat yang dipentingkan.

Beberapa cara membentuk penekanan dalam kalimat:

1. Meletakkan kata yang ditonjolkan di depan atau awal  kalimat.

2. Membuat urutan kata yang bertahap.

3. Melakukan pengulangan kata(repetisi).

4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.

5. Menggunakan partikel penekanan (penegasan).

 

4.  Kehematan
Menurut Akhadiah, dkk. ( 1996: 125) Kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang manambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur penghematan apa saja yang harus diperhatikan:

a). Pengulangan Subjek Kalimat
Penulisan kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat. Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas.
Contoh:

Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena mereka tahu masa ujian telah dekat.

Direvisi menjadi:

Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena masa ujian telah dekat.

b). Hiponimi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2005: 404) hiponim adalah hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antaranggota taksonomi.
Contoh:

Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya lampu neon.

Direvisi menjadi:

Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya neon.

c). Pemakaian Kata Depan ”dari” dan ”daripada”

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat), asal(asal-usul) (Putrayasa, 2007:56).
Contoh :
Bu Ros berangkat dari Bandung pukul 06.30WIB.

Kata dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan.

Dalam bahasa Indonesia kata depan daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau lainnya (Putrayasa, 2007:56).

Contoh:

Sifat Muhammad Yamin lebih sukar dipahami daripada sifat Miswanto.

 

5. Kevariasian
Panjang pendeknya variasi dalam kalimat mencerminkan jalan pikiran seseorang. Variasi dalam penulisan pilihan kata (diksi) atau variasi dalam tutur kalimat yang tepat dan benar akan memberikan penekanan pada bagian-bagian kalimat yang diinginkan. Agar tidak membosankan dan menjemukan dalam penulisan kalimat diperlukan pola dan bentuk/struktur yang bervariasi.

a) Variasi Bentuk Pasif Persona

Bentuk pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan informasi.

b) Variasi Bentuk Aktif – Pasif
Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau sebaliknya.

 

6. Kelogisan

Yang dimaksud kelogisan adalah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.

Contoh:

kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kami persilahkan.

Kalimat tersebut tidak logis. Maka seharusnya:

kepada Bapak Kepala Sekolah kami persilahkan.

 

 

Sumber :

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19167/5/Chapter%20I.pdf
http://lecturer.ukdw.ac.id/othie/PengertianKalimat.pdf

Unsur dan Pola Kalimat Dasar

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh [Alwi98]. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana.

 

Unsur-Unsur Kalimat

Unsur-unsur kalimat terdiri dari:

1. Subjek

Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping unsur predikat. Dengan mengetahui ciri-ciri subjek secara lebih terperinci, kalimat yang dihasilkan dapat terpelihara strukturnya.

Ciri-Ciri Subjek:

  • Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa

Penentuan subjek dapat dilakukan dengan mencari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa yang dinyatakan dalam suatu kalimat. Untuk subjek kalimat yang berupa manusia, biasanya digunakan kata tanya siapa.

  • Disertai Kata Itu

Kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite). Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang sudah takrif misalnya nama orang, nama negara, instansi, atau nama diri lain dan juga pronomina, tidak disertai kata itu.

  • Didahului Kata Bahwa

Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek. Di samping itu, kata bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat yang menggunakan kata adalah atau ialah.

  • Mempunyai Keterangan Pewatas Yang

Kata yang menjadi subjek suatu kalimat dapat diberi keterangan lebih lanjut dengan menggunakan penghubung yang. Keterangan ini dinamakan keterangan pewatas.

  • Tidak Didahului Preposisi

Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari, dalam, di, ke, kepada, pada. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang dihasilkan tidak bersubjek.

  • Berupa Nomina atau Frasa Nominal

Subjek kebanyakan berupa nomina atau frasa nominal. Di samping nomina, subjek dapat berupa verba atau adjektiva, biasanya, disertai kata penunjuk itu.

2. Predikat

Predikat juga merupakan unsur utama suatu kalimat di samping subjek.

Ciri-Ciri Predikat:

  • Jawaban atas Pertanyaan Mengapa atau Bagaimana

Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan informasi atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat kalimat. Pertanyaan sebagai apa atau jadi apa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa nomina penggolong (identifikasi). Kata tanya berapa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa numeralia (kata bilangan) atau frasa numeralia.

  • Kata Adalah atau Ialah

Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Predikat itu terutama digunakan jika subjek kalimat berupa unsur yang panjang sehingga batas antara subjek dan pelengkap tidak jelas.

  • Dapat Diingkarkan

Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang diwujudkan oleh kata tidak. Bentuk pengingkaran tidak ini digunakan untuk predikat yang berupa verba atau adjektiva. Di samping tidak sebagai penanda predikat, kata bukan juga merupakan penanda predikat yang berupa nomina atau predikat kata merupakan.

  • Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas

Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek), seperti ingin, hendak, dan mau.

  • Unsur Pengisi Predikat

Predikat suatu kalimat dapat berupa:

  1. Kata, misalnya verba, adjektiva, atau nomina.
  2. Frasa, misalnya frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeralia (bilangan).

3. Objek

Unsur kalimat ini bersifat wajib dalam susunan kalimat aktif transitif yaitu kalimat yang sedikitnya mempunyai tiga unsur utama, subjek, predikat, dan objek. Predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, sedangkan verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan berawalan me-.

Ciri-ciri objek :

  • Langsung di Belakang Predikat

Objek hanya memiliki tempat di belakang predikat, tidak pernah mendahului predikat.

  • Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif

Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.

  • Tidak Didahului Preposisi

Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi.

  • Didahului Kata Bahwa

Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat transitif.

4. Pelengkap

Pelengkap dan objek memiliki kesamaan. Kesamaan itu ialah kedua unsur kalimat ini :

  1. Bersifat wajib ada karena melengkapi makna verba predikat kalimat.
  2. Menempati posisi di belakang predikat.
  3. Tidak didahului preposisi.

Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap.

Ciri-Ciri Pelengkap:

  • Di Belakang Predikat

Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.

a)    Diah mengirimi saya buku baru.

b)   Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.

Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan  tidak mendahului predikat.

  • Tidak Didahului Preposisi

Seperti objek, pelengkap tidak didahului preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan.

5. Keterangan

Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat. misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga.

Ciri-Ciri Keterangan:

  • Bukan Unsur Utama

Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib.

  • Tidak Terikat Posisi

Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki kebebasan tempat. Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir kalimat, atau di antara subjek dan predikat.

  • Jenis Keterangan

Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.

1. Keterangan Waktu

Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.

2. Keterangan Tempat

Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam.

3. Keterangan Cara

Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara. Terakhir,  keterangan cara yang berupa anak kalimat ditandai oleh kata dengan dan dalam.

4. Keterangan Sebab

Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa nomina. Keterangan sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena atau lantaran.

5. Keterangan Tujuan

Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk.

6. Keterangan Aposisi

Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek. Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (–), atau tanda kurang.

7. Keterangan Tambahan

Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi berbeda dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang diterangkan, sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan.

8. Keterangan Pewatas

Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat, objek, keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan, keterangan pewatas tidak dapat ditiadakan.

 

Pola Dasar Kalimat

Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja. Sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku.

Pola dasar kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kalimat Dasar Berpola S P

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan.

contoh: Adik sedang bermain

2. Kalimat Dasar Berpola S P O

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan objek. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, Predikat berupa verba transitif, dan Objek berupa nomina atau frasa nominal.

Contoh: Mereka sedang menyusun karangan ilmiah.

3. Kalimat Dasar Berpola S P Pel.

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, kata sifat  dan pelengkap berupa nomina atau adjektiva.

Contoh: Saya beternak ayam

4. Kalimat Dasar Berpola S P O Pel.

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap.  Subjek berupa nomina atau frasa nominal, Predikat berupa verba dwitransitif, Objek berupa nomina atau frasa nominal, dan Pelengkap berupa nomina atau frasa nominal.

Contoh: Dia mengirimi saya surat

5. Kalimat Dasar Berpola S P K

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan harus memiliki unsur keterangan karena diperlukan oleh predikat. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, dan keterangan berupa frasa berpreposisi.

Contoh: Saya berasal dari Jakarta.

6. Kalimat Dasar Berpola S P O K

Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. Subjek berupa nomina atau frasa nomina, Predikat berupa verba dwitransitif, Objek berupa nomina atau frasa nominal, dan Keterangan berupa frasa berpreposisi.

Contoh: Saya memasukkan pakaian ke dalam lemari.

 

 

Sumber:

staf.cs.ui.ac.id/WebKuliah/IKI40921/Struktur-Kalimat.doc

Klik untuk mengakses kalimat_dalam_bahasa_indonesia.pdf

 

Ragam Bahasa

Bahasa adalah Hal yang umum digunakan untuk berkomunikasi. Namun dalam penerapannya, penggunaan bahasa haruslah dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada.  Contohnya, pada saat berbicara dengan seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang tinggi dan saat berbicara dengan seorang teman akrab. Sudahlah tentu kita harus menggunakan bahasa yang formal ataupun baku pada saat berbicara dengan seseorang yang memiliki jabatan/kedudukan tinggi dan menggunakan bahasa yang non formal (santai) dengan teman akrab kita.

Untuk itu agar bahasa yang dipergunakan dapat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, maka ragam bahasa dipergunakan. Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda, menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

  • Ragam Bahasa Berdasarkan waktu penggunaannya:

1. Ragam bahasa Indonesia lama

Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai dengan saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri  dari ragam bahasa Indonesia lama masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu . Bahasa Melayu inilah yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia.

2. Ragam Bahasa Indonesia  Baru

Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda Pada 28 oktober 1928 sampai dengan saat ini melalui pertumbuhan dan perkembangan bahasa yang beriringan dengan pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia.

  • Berdasarkan Media Pengantarnya:

a. Ragam Bahasa Lisan

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :

1)      Memerlukan kehadiran orang lain

2)      Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap

3)      Terikat ruang dan waktu

4)      Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

b. Ragam Bahasa Tulis

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :

1)      Tidak memerlukan kehadiran orang lain

2)      Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap

3)      Tidak terikat ruang dan waktu

4)      Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan

  • Berdasarkan Situasi:

a. Ragam Bahasa Resmi

Ciri-ciri ragam bahasa resmi :

1)      Menggunakan unsur  gramatikal secara eksplisit dan konsisten

2)      Menggunakan imbuhan secara lengkap

3)      Menggunakan kata ganti resmi

4)      Menggunakan kata baku

5)      Menggunakan EYD

6)      Menghindari unsur kedaerahan

b. Ragam Bahasa Tidak Resmi

Ragam bahasa tidak resmi digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak formal .

c. Ragam Bahasa Akrab

Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala , gerakan kaki dan tangan tangan,atau ekspresi wajah.

d. Ragam Bahasa konsultasi

Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.

  • Berdasarkan Bidang atau Tema yang sedang Dikomunikasikan:

a. Ragam bahasa ilmiah

Ciri bahasa indonesia ragam ilmiah:

1). Bahasa Indonesia ragam baku

2). Pengunaan kalimat efektif

3). Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda

4). Pengunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias

5). Menghindari penonjolan personal dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan

6). Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan Antar alinea

b. Ragam Bahasa Sastra

Ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Pengambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna  konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.

c. Ragam Bahasa Iklan

Bergaya bahasa hiperbola, persuasif, dan berkalimat menarik.

d. Ragam Bahasa Bidang-bidang Tertentu

Ragam bahasa ini digunakan pada bidang-bidang tertentu seperti transportasi, komputer, ekonomi, hukum, psikologi dan lain sebagainya.

Sumber:

t_wahyu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/8765/horison.doc

Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia

o Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Diantaranya, Fungsi-Fungsi tersebut terdiri dari :
1. Sebagai alat untuk mengungkapkan Ekspresi diri
Bahasa, dalam hal ini yaitu Bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan Ekspresi diri. Dengan bahasa, kita dapat mengungkapkan perasaan/ekspresi yang sedang kita rasakan atau hendak kita tunjukan kepada orang lain sehingga orang lain dapat mengerti apa yang kita maksudkan.

2. Sebagai alat Komunikasi
Dalam berkomunikasi alat yang paling sering/lazim digunakan adalah Bahasa. Dengan adanya bahasa, setiap orang dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi adalah kelanjutan dari ekspresi diri yang kita sampaikan kepada orang lain dan mendapatkan respon balik dari ekspresi yang kita sampaikan tersebut.

3. Sebagai Adaptasi & Integrasi
Dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial, selain berkomunikasi kita dituntut untuk dapat berbaur & menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungan disekitar kita. Dengan adanya bahasa, kita akan dapat dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitar kita atau lingkungan yang sedang kita datangi. Pada saat kita beradaptasi dengan lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang kita hadapi.

4. Sebagai Kontrol Sosial
Bahasa sebagai Kontrol Sosial, dengan adanya bahasa dapat memberikan kontrol terhadap perilaku/tingkah laku/sikap yang dilakukan.
Misalnya:
Hati-hati jalan Licin!!.
Pemberitahuan tersebut dimaksudkan untuk dapat berhati-hati dalam melewati jalan tersebut karena kondisi jalan yang licin.

o Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukan Bahasa Indonesia terdiri dari :
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional:
1). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai Lambang kebanggaan kebangsaan
Bahasa Indonesia mencerminkan nilai – nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini , Bahasa Indonesia harus kita pelihara dan kita kembangkan. Serta harus senantiasa kita bina rasa bangga dalam menggunakan Bahasa Indonesia.

2). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional
Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya apabila masyarakat pemakainya/yang menggunakannya membina dan mengembangkannya sehingga bersih dari unsur – unsur bahasa lain.
3). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan antar warga, antar daerah, dan antar budaya
Dengan adanya Bahasa Indonesia kita dapat menggunakannya sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi/berkomunikasi dengan masyarakat-masyarakat di daerah (sebagai bahasa penghubung antar warga, daerah, dan buadaya).
4). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai – bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing – masing kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Dengan bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai – nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara:
1). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan
Sebagai bahasa resmi kenegaraan , bahasa Indonesia dipakai didalam segala upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
2). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar didalam dunia pendidikan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan di lembaga – lembaga pendidikan mulai dari taman kanak – kanak sampai dengan perguruan tinggi diseluruh Indonesia.

3). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal – balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar suku , melainkan juga sebagai alat perhubungan didalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

4). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa Indonesia adalah satu – satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memikili ciri – ciri dan identitasnya sendiri ,yang membedakannya dari kebudayaan daerah.

Sumber:

http://www.scribd.com/doc/27448428/an-Bahasa-Indonesia